Rabu, 04 Mei 2011

Model Pembelajaran Penemuan Konsep

Metode pembelajaran penemuan konsep menurut Widoko (2001) didefinisikan suatu stategi pengajaran induktif dengan tujuan membantu siswa segala tingkatan umur mempelajari konsep-konsep dan keterampilan berfikir yang analitis praktis.
Sedangkan menurut Hasanah (1998) model penemuan konsep dan suatu model pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berfikir induktif. Kemampuan analisis dan mengembangkan konsep.pada pengajaran diawali dengan pemberian contoh dan non-contoh diakhiri dengan kesimpulan yang diberikan siswa.
Berdasarkan hasil penelitian tentang Klaus Meier, Tennyson dan Cochareila dalam Widoko (2001) tentang pembelajaran penemuan konsep merupakan model yang menggunakan contoh-contoh positif dan contoh negatif untuk menggambarkan konsep-konsep tersebut lebih mudah.
Desain dari model ini, pertama kali diperkenalkan oleh Joice dan Weil (1972) yang mendasari penelitian Jerome Bruiner dan koleganya yang menemukan pengaruh variabel-variabel terhadap proses belajar konsep.
Pada penelitian ini konsep yang digunakan adalah konsep listrik statik, dengan menampilkan contoh dan non-contoh yang disertai karakteristiknya, sebagai misal untuk konsep listrik statik; contoh positif batang plastik yang dogosokkan dengan kain wol akan bermuatan negatif mempunyai karakteristik benda menerima elektron dari benda lain atau terjadi perpindahan elektron dari kain wol menuju ke batang plastik.
Dari uraian contoh dan non-contoh beserta karakteristiknya siswa diharapkan dapat menemukan definisi dari tiap konsep dan memahami konsep tersebut, sehingga pada akhirnya dapat memberikan contoh secara mandiri dari konsep tersebut.
Sintaks metode pembelajaran penemuan konsep adalah sebagai berikut:
Phase I : Presentation of example (menampilkan contoh-contoh).
Pada phase ini guru menjelaskan bagamana aktivitas dimulai dengan memberikan kepada siswa contoh dan bukan contoh. Ketika guru menampilkan contoh positif dan contoh negatif untuk tiap-tiap konsep disertai dengan karakteristiknya di dalam LKS penemuan konsep. Pada penelitian ini konsep yang dipilih adalah konsep listrik statik dengan contoh positif batang plastik yang digosokkan dengan kain woll akan bermuatan negatif.
Phase II : Analysis of hypothesis (menganalisis hipotesa)
Pada phase ini dimulai ketika siswa membuat hipotesis tentang nama suatu konsep, membandingkan karakteristik dari contoh positif dan negatif listrik statik, maka siswa diminta untuk menuliskan hipotesis tentang listrik statik, guru memberikan contoh tambahan dan yang bukan contoh kemudian menganalisis hipotesis sampai semua hipotesis didapatkan. Dari beberapa hipotesis listrik statik yang didapat dari siswa kemudian menguji hipotesis tersebut lewat contoh dan non-contoh sehingga deperoleh satu hipotesis yang benar.
Phase III : Clouser (Penutup)
Pada phase ini guru bertanya kepada siswa untuk mengidentifikasi sifat-sifat dari konsep dan menyatakan dari konsep tersebut beserta karakteristiknya.
Phase IV : Application (Aplikasi)
Pada phase ini untuk memperkuat pengertian murid akan konsep tentang listrik statik, guru memberikan contoh tambahan dari mereka sendiri.
Seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran konsep diharapkan dapat:
a. Mengerti isi mata pelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran konsep, sehingga dapat mengidentifikasikan materi pelajaran itu apakan cocok dengan pengajaran menggunakan model pembelajaran pemenuan konsep.
b. Menyeleksi contoh-contoh, sehingga ketika diberikan tujuan pembelajaran maka akan memperoleh daftar contoh-contoh yang akan memberikan gambaran secara efektif dari suatu konsep.
c. Mengerti urutan dari contoh-contoh untuk memaksimalkan murid-murid secara praktis dengan keterampilan berfikir
Manfaat dari metode pembelajaran penemuan konsep antara lain:
a. Meningkatkan keterampilan berfikir
b. Membantu siswa untuk menemukan dan memahami konsep dengan memperhatikan obyek, ide atau kejadian-kejadian.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2113718-metode-pembelajaran-penemuan-konsep/#ixzz1LRfpcPiQ
Konsep Dasar Strategi Pembelajaran

Pada handout ini dibahas mengenai hal-hal sebagai berikut:
1    Pengertian Strategi Pembelajaran
2    Model, Pendekatan, Strategi, Metode dan Teknik pembelajaran
3    Klasifikasi Strategi Pembelajaran
4    Komponen Strategi Pembelajaran
5    Strategi Pembelajaran Efektif
1.1 Pengertian Strategi Pembelajaran
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperang dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kual­itasnya. Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.
Dari ilustrasi tersebut dapat disimpulkan, bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular education goal. Jadi, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Menurut Sanjaya Wina (2007) istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, dipakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam konteks belajar-mengajar, strategi berarti pola umum perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat umum pola tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau dipercayakan guru-peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Dengan demikian maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru-peserta didik di dalam peristiwa belajar-mengajar. Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi yang satu dari strategi yang lain secara fundamental. istilah lain yang juga dipergunakan untuk maksud ini adalah model-model mengajar. Sedangkan rentetan perbuatan guru-peserta didik dalam suatu peristiwa belajar-mengajar aktual tertentu, dinamakan prosedur instruksional.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa definisi tentang strategi pembelajaran.
  • Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
  • Kozma  (dalam Sanjaya 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
  • Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik.
  • Dick dan Carey (1990 dalam Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
  • Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi (1998) mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktikkan.
Ada dua hal yang patut dicermati dari pengertian-pengertian di atas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Strategi pembelajaran berbeda dengan desain instruksional karena strategi pembelajaran berkenaan dengan kemungkinan variasi pola dalam arti macam dan urutan umum per­buatan belajar-mengajar yang secara prinsip berbeda antara yang satu dengan yang lain, sedangkan desain instruksional menunjuk kepada cara-cara merencanakan sesuatu sistem lingkungan belajar tertentu, setelah ditetapkan untuk menggunakan satu atau lebih strategi pembelajaran tertentu. Kalau disejajarkan dengan pembuatan rumah, pembicaraan tentang (bermacam-macam) strategi pembelajaran adalah ibarat melacak pelbagai kemungkinan macam rumah yang akan dibangun (joglo, rumah gadang, villa, bale gede, rumah gedung modern, dan sebagainya yang masing-masing menampilkan kesan dan pesan unik), sedang­kan desain instruksional adalah penetapan cetak biru rumah yang akan dibangun itu serta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan langkah-langkah konstruksinya maupun kriteria penyelesaian dari tahap ke tahap sampai dengan penyelesaian akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibuat.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional, seorang guru memerlukan wawasan yang mantap tentang kemungkinan­-kemungkinan strategi pembelajaran sesuai dengan tujuan-tujuan belajar, baik dalam arti efek instruksional maupun efek pengiring, yang ingin dicapai berdasarkan rumusan tujuan pendidikan yang utuh, di samping penguasaan teknis di dalam mendesain sistem lingkungan belajar-mengajar dan mengimplementasikan secara efektif apa yang telah direncanakan di dalam desain instruksional.
Ceramah, diskusi, bermain peran, LCD, video-tape, karya wisata, penggunaan nara sumber, dan lain-lainnya merupakan metode, teknik dan alat yang menjadi bagian dari perangkat alat dan cara di dalam pelaksanaan sesuatu strategi pembelajaran. Juga harus dicatat bahwa dalam peristiwa pembelajaran, seringkali harus dipergunakan lebih dari satu stra­tegi, karena tujuan-tujuan yang akan dicapai juga biasanya kait-mengait satu dengan yang lain dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang lebih umum.
Agar tidak bias dalam mendefinisikan strategi pembelajaran, dibutuhkan pemahaman terhadap pengertian-pengertian lain yang mirip dengan strategi pembelajaran yang selalu digunakan seperti model, pendekatan, strategi, metode dan teknik. Dalam referensi kependidikan sering disandingkan antara pengertian-pengertian tersebut dengan maksud yang serupa, namun dalam bahan perkuliahan ini akan diuraikan perbedaan antara model, pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran,
1.2 Model,Pendekatan, Strategi,metode dan teknik pembelajaran
Arends (1997) menyatakan “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment, and management ystem.” Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 1992 ). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.
Model pembelajaran mempunvai empat ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:
  1. rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
  2. landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
  3. tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, 2000 ).
Adapun istilah  pendekatan (approach) dalam pembelajaran menurut Sanjaya (2007) memiliki kemiripan dengan strategi. Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan strategi dan metode. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya, strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber dari pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misal­nya mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran lang­sung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Menurut Fathurrahman Pupuh (2007) metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, metode didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajara pada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam pembelajaran adalah keterampilan memilih motode. Pemilihan metode terkait langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar sama pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen pendidikan.
Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan semakin efektif kegiatan pembelajaran. Tentunya ada juga faktor-faktor lain yang harus diperhatikan, seperti: faktor guru, anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan  lain-lain.
Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat istilah lain yang kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupakan pen­jabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah cara yang dilakukan ­orang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode, yaitu cara yang harus dilakukan agar metode yang dilakukan berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian, sebelum seseorang melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi. Misalnya, berceramah pada siang hari dengan jumlah peserta didik yang banyak tentu saja akan berbeda jika dilakukan pada pagi hari dengan jumlah peserta didik yang sedikit.
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya ada dua orang yang sama-sama menggunkan metode ceramah dalam situasi yang sama maka bisa dipastian mereka akan melakukannya secara berbeda .
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran, guru dapat menentukan teknik yang dianggap relevan dengan metode, dan penggunaan teknik itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan yang lain.
1.3 Klasifikasi Strategi Pembelajaran
Strategi dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu: strategi pembelajaran langsung (direct instruction), tak langsung (indirect instruction), interaktif, mandiri, melalui pengalaman (experimental).
Strategi pembelajaran langsung
Strategi pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang banyak diarahkan oleh guru. Strategi ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap. Pembelajaran langsung biasanya bersifat deduktif.
Kelebihan strategi ini adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan, sedangkan kelemahan utamanya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan, proses-proses, dan sikap yang diperlukan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal serta belajar kelompok. Agar peserta didik dapat mengembangkan sikap dan pemikiran kritis, strategi pembelajaran langsung perlu dikombinasikan dengan strategi pembelajaran yang lain.
Strategi pembelajaran tak langsung
Strategi pembelajaran tak langsung sering disebut inkuiri, induktif, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan penemuan. Berlawanan dengan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran tak langsung umumnya berpusat pada peserta didik, meskipun dua strategi tersebut dapat saling melengkapi. Peranan guru bergeser dari seorang penceramah menjadi fasilitator. Guru mengelola lingkungan belajar dan  memberikan kesempatan peserta didik  untuk terlibat.
Kelebihan dari strategi ini antara lain: (1) mendorong ketertarikan dan keingintahuan peserta didik, (2) menciptakan alternatif dan menyelesaikan masalah, (3) mendorong kreativitas dan pengembangan keterampilan interpersonal dan kemampuan yang
lain, (4) pemahaman yang lebih baik, (5) mengekspresikan pemahaman. Sedangkan kekurangan dari pembelajaran ini adalah memerlukan waktu panjang, outcome sulit diprediksi. Strategi pembelajaran ini juga tidak cocok apabila peserta didik  perlu mengingat materi dengan cepat.
Strategi pembelajaran interaktif
Pembelajaran interaktif menekankan pada diskusi dan sharing di antara peserta didik. Diskusi dan sharing memberi kesempatan peserta didik untuk bereaksi terhadap gagasan, pengalaman, pendekatan dan pengetahuan guru atau temannya dan untuk membangun cara alternatif untuk berfikir dan merasakan.
Kelebihan strategi ini antara lain: (1) peserta didik dapat belajar dari temannya dan guru untuk membangun keterampilan sosial dan kemampuan-kemampuan, (2) mengorganisasikan pemikiran dan membangun argumen yang rasional. Strategi pembelajaran interaktif memungkinkan untuk menjangkau kelompokkelompok
dan metode-metode interaktif. Kekurangan dari strategi ini  sangat bergantung pada kecakapan guru dalam menyusun dan mengembangkan dinamika kelompok.
Strategi pembelajaran empirik (experiential)
Pembelajaran empirik berorientasi pada kegiatan induktif, berpusat pada peserta didik, dan berbasis aktivitas. Refleksi pribadi tentang pengalaman dan formulasi
perencanaan menuju penerapan pada konteks yang lain merupakan faktor kritis
dalam pembelajaran empirik yang efektif.
Kelebihan dari startegi ini antara lain: (1) meningkatkan partisipasi peserta didik, (2) meningkatkan sifat kritis peserta didik, (3) meningkatkan analisis peserta didik, dapat menerapkan pembelajaran pada situasi yang lain. Sedangkan kekurangan dari strategi ini adalah penekanan hanya pada proses bukan pada hasil, keamanan siswa, biaya yang mahal, dan memerlukan waktu yang panjang.
Strategi pembelajaran mandiri
Belajar mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk
membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri. Fokusnya
adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Belajar
mandiri juga bisa dilakukan dengan teman atau sebagai bagian dari kelompok
kecil.
Kelebihan dari pembelajaran ini adalah membentuk peserta didik yang mandiri dan bertanggunggjawab. Sedangkan kekurangannya adalah peserta MI belum dewasa, sehingga sulit menggunakan pembelajaran mandiri.
Karakteristik dan cara penggunaan macam-macam strategi di atas, akan dibahas tuntas pada pertemuan-pertemuan selanjutnya. Strategi yang akan dibahas telah dimodivikasi sesuai yang banyak diperlukan dalam pembelajaran di Mi, yaitu: pada paket 5, dibahas tentang strategi pembelajaran langsung (direct instruction), paket 6,  strategi pembelajaran tak langsung (indirect instruction) yang diberi judul dengan startegi pembelajaran inkuiri , paket 7, strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM), paket 8, strategi pembelajaran kooperatf (Cooperative Learning), paket 8, strategi pembelajaran aktif, dan paket 9, strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berfikir
1.4 Komponen Strategi Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen, antara lain tujuan, bahan, peserta didik, guru, metode, situasi, dan evaluasi. Agar tujuan itu tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antarsesama komponen terjadi kerja sama. Oleh karena itu, guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu saja misalnya metode, bahan, dan evaluasi saja, tetapi ia harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.
Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga dalam hal ini guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, dan sebaliknya guru mampu memanipulasi atau merekayasa  komponen lain menjadi bervariasi. Sedangkan komponen lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan dari proses belajar peserta didik, yang pada akhirnya peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, dalam merekayasa pembelajaran, guru harus berdasarkan kurikulum yang berlaku.
Peserta didik
Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar untuk mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar. Komponen peserta ini dapat dimodifikasi oleh guru.
Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang dijadikan  landasan untuk menentukan strategi, materi, media dan evaluasi pembelajaran. Untuk itu, dalam strategi pembelajaran, penentuan tujuan merupakan komponen yang pertama kali harus dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajran merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran
Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat. Menurut Suharsimi (1990) bahan ajar merupakan komponen inti yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pembelajaran.
Metode
Metode adalah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran akan sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang berlangsung.
Alat
Alat yang dipergunakan dalam pembelajran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa suruhan, perintah, larangan dan lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa globe, peta, papan tulis slide dan lain-lain.
Sumber Pembelajaran
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat atau rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sehingga sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.
Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, juga bisa berfungsi sebagai sebagai umpan balik untuk perbaikan strategi yang telah ditetapkan. Kedua fungsi evaluasi tersebut merupakan evaluasi sebagai fungsi sumatif dan formatif.
Situasi atau Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, madrasah, letak madrasah, dan lain sebagainya), dan hubungan antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya menurut isi materinya seharusnya pembelajaran menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena kondisi masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain, misalnya membuat kliping.
Komponen-komponen strategi pembelajaran tersebut akan mempengaruhi jalannya pembelajaran, untuk itu semua komponen strategi pembelajaran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran. Untuk lebih mempermudah menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran, komponen strategi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: peserta didik sebagai raw input, entering behavior peserta didik, dan instrumental input atau sasaran.
Peserta didik sebagai raw input.
Strategi pembelajaran digunakan dalam rangka membelajarkan peserta didik. Untuk itu dalam pembelajaran seorang guru harus memperhatikan siapa yang dihadapi. Peserta didik pada tingkat sekolah yang sama cenderung memiliki umur yang sama, sehingga perkembangan intelektual pada umumnya adalah sama. Dipandang dari kesamaan ini, maka seorang guru dapat menggunakan metode atau teknik yang sama dalam membelajarkan peserta didik. Namun demikian di samping persamaan tersebut, peserta masih mempunyai perbedaan-perbedaan walaupun pada umur yang relatif sama.
Perbedaan peserta didik tersebut dari segi fisiologisnya adalah pendengaran, penglihatan, kondisi fisik, juga perbedaan dari segi psikologisnya. Perbedaan segi psikologis tersebut antara lain adalah IQ, bakat, motivasi, minat/perhatian, kematangan, kesiapan, dan masih banyak lagi. Kondisi-kondisi tersebut sangat mempengaruhi peserta didik dalam belajar. Untuk itu, dalam menentukan strategi pembelajaran harus diperhatikan hal-hal di atas.
Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menghadapi heterogenitas peserta dalam kelas yang sama adalah seorang guru disarankan untuk menggunakan multimetode dan multimedia. Hal ini disebabkan masing-masing metode dan media mempunyai kelebihan dan kekurangan, dan dimungkinkan masing-masing peserta didik akan mempunyai kecenderungan tertarik pada metode dan media tertentu.
Entering Behavior Peserta Didik
Seorang pendidik untuk dapat menentukan strategi pembelajaran yang sesuai  terlebih dahulu harus mengetahui  perubahan perilaku, baik secara material-subtansial, struktural-fungsional, maupun secara behavior peserta didik. Misalnya, apakah tingkat prestasi yang dicapai peserta didik itu merupakan hasil kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan?. Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui tentang karakteristik perilaku peserta didik saat mereka mau masuk sekolah dan saat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku peserta didik yang dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar. Itulah yang dimaksudkan dengan entering behavior peserta didik.
Entering bahavior akan dapat diidentifikasi dengan cara sebagai berikut:
  • Secara tradisional, telah lazim para guru mulai dengan pertanyaan mengenai bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru.
  • Secara inovatif, guru tertentu di berbagai lembaga pendidikan yang memiliki atau mampu mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan memenuhi syarat, mengadakan pretes sebelum mereka mulai mengikuti program belajar mengajar.
Pola-pola Belajar Peserta Didik
Mengetahui pola belajar peserta didik adalah modal bagai seorang guru untuk menentukan strategi pembelajaran. Robert M. Gagne (1979) membedakan pola-pola belajar peserta didik ke dalam delapan tipe, yang tiap tipe merupakan prasyarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya. Delapan tipe belajar dimaksud adalah: 1) signal , (belajar isyarat), 2) stimulus-response learning (belajar stimu­pons), 3) chaining (rantai atau rangkaian), 4) verbal association,(asosiasi verbal), 5) discrimination learning (belajar diskriminasi), 6) concept learning (belajar konsep), 7) rule learning (belajar aturan), problem solving (memecahkan masalah).
Kedelapan tipe belajar sebagaimana disebutkan di atas akan dijelaskan satu per satu secara singkat dan jelas sebagai berikut.
Belajar Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat)
Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Jadi, tidak ada persyaratan, namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk menuju jenjang belajar yang paling tinggi. Signal learning dapat diartikan sebagai penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat involuntary ( tidak sengaja dan tidak disadari tujuannya). Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak dan  perangsang-perangsang tertentu secara berulang kali. Signal learning. Ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov yang timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum dan emosional selain timbulnya dengan tidak sengaja dan tidak dapat dikuasai. Contoh: Aba-aba “Siap!” merupakan suatu signal atau isyarat mengambil sikap tertentu. Melihat wajah ibu menimbulkan rasa senang. Wajah ibu di sini merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan senang itu. Melihat ular yang besar menimbulkan rasa takut. Melihat ular merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan tertentu.
Belajar Tipe 2: Stimulus-Respons Learning (Belajar Stimulus­-respon)
Bila tipe di atas digolongkan dalam jenis classical condition, maka belajar 2 ini termasuk ke dalam instrumental conditioning atau belajar dengan trial and error (mencoba-coba). Proses belajar bahasa pada anak-anak merupakan proses yang serupa dengan ini. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor inforcement. Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat reinforce­ment.
Contoh: Anjing dapat diajar “memberi’ salam”.dengan mengangkat kaki depannya bila kita katakan “Kasih tangan! ” atau “Salam “. Ucapan `kasih tangan’ merupakan stimulus yang menimbulkan respons `memberi’ salam’ oleh anjing itu.
Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chaining adalah belajar menghubungkan satuan ikatan S-R (Stimu­lus-Respons) yang satu dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan bagi berlangsungnya tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforce­ment tetap penting bagi berlangsungnya proses chaining.
Contoh: Dalam bahasa kita banyak contoh chaining seperti ibu-bapak, kampung-halaman, selamat tinggal, dan sebagainya. Juga dalam perbuatan kita banyak terdapat chaining ini, misalnya pulang kantor, ganti baju, makan malam, dan sebagainya. Chain­ing terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab yang terjadi segera setelah yang satu lagi. Jadi berdasarkan hubungan conntiguity).
Belajar Tipe 4. Verbal Association (Asosiasi Verbal)
Baik chaining maupun verbal association, yang kedua tipe belajar ini,  menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan lain. Bentuk verbal association yang paling sederhana adalah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan si anak dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya”, bila melihat bolanya. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk geometris agar dapat mengenal `bujur sangkar’ sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal ‘bola’, `saya’, dan ‘itu’. Hubungan itu terbentuk, bila unsur­nya terdapat dalam urutan tertentu, yang satu segera mengikuti satu lagi (conntiguity).
Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)
Discrimination learning atau belajar membedakan. Tipe ini peserta didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara­ perangsang atau sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama berlangsung proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai pola aturan melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R)
Contoh:. Guru mengenal peserta didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak ­itu. Diskriminasi didasarkan atas chain. Anak misalnya harus mengenal mobil tertentu berserta namanya. Untuk mengenal model lain diadakannya chain baru  dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satunya lagi. Makin banyak yang dirangkaikan, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan gangguan atau interference itu, dan kemungkinan suatu chain dilupakan.
Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)
Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, ia membentuk suatu pengertian atau konsep. Kondisi utama yang diperlukan adalah menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamen­tal sebelumnya.
Belajar konsep dapat dilakukan karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Manusia dapat melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. la dapat menggolongkan manusia menurut hubungan keluarga, seperti bapak, ibu, paman, saudara, dan sebagainya; menurut bangsa, pekerjaan, dan sebagainya. Dalam hal ini, kelakuan manusia tidak dikuasai oleh stimulus dalam bentuk fisik, melainkan dalam bentuk yang abstrak. Misalnya kita dapat menyuruh peserta didik dengan perintah: “Ambilkan botol yang di tengah! ” Untuk mempelajari suatu konsep, peserta didik harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Untuk itu, ia harus dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur.
Belajar Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)
Rule learning belajar membuat generalisasi, hukum, dan kaidah. Pada tingkat ini peserta didik belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, dedukatif, sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga peserta didik dapat menemukan konklusi tertentu yang mungkin selanjutnya dipandang sebagai “rule “: prinsip, daliI, aturan, hukum, kaidah, dan sebagainya.
Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini para peserta didik belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respons terhadap rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik, yang mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Belajar memecahkan masalah itu berlangsung sebagai berikut: Individu menyadari masalah bila ia dihadapkan kepada situasi keraguan dan kekaburan sehingga merasakan adanya semacam kesulitan. Langkah-langkah yang memecahkan masalah, adalah sebagai berikut:
Merumuskan dan Menegaskan Masalah
Individu melokalisasi letak sumber kesulitan, untuk memungkinkan mencari jalan pemecahannya. la menandai aspek mana yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip atau dalil serta kaidah yang diketahuinya sebagai pegangan.
Mencari Fakta Pendukung dan Merumuskan Hipotesis
Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan termasuk pengalaman orang lain dalam menghadapi pemecahan masalah yang serupa. Kemudian mengidentifikasi berbagai alternatif kemungkinan pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai pertanyaan dan jawaban sementara yang memerlukan pembuktian (hipotesis).
Mengevaluasi Alternatif Pemecahan yang Dikembangkan
Setiap alternatif pemecahan ditimbang dari segi untung ruginya. Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan memilih alternatif yang dipandang paling mungkin (feasible) dan menguntungkan.
Mengadakan Pengujian atau Verifikasi
Mengadakan pengujian atau verifikasi secara eksperimental alternatif pemecahan yang dipilih, dipraktikkan, atau dilaksanakan. Dari hasil pelaksanaan itu diperoleh informasi untuk membuktikan benar atau tidaknya yang telah dirumuskan.
Instrumental Input atau Sasaran
Instrumental input menunjukkan kualifikasi serta kelengkapan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembelajaran. Yang termasuk dalam instrumental input antara lain guru, kurikulum, bahan/sumber, metode, dan media.
Keberadaan instrumental input ini sangat mempengaruhi dalam menentukan strategi pembelajaran. Misalnya secara teoritis, dipandang dari tujuannya maka suatu materi harus disajikan dengan menggunakan metode laboratorium, namun karena tidak adanya media di sekolah tersebut, maka diganti dengan metode demonstrasi atau yang lainnya.
Strategi pembelajaran yang dterapkan oleh guru akan selalu bergantung pada  sasaran atau tujuan. Tujuan itu bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan  konkrit, yakni Tujuan Instruksional Khusus dan Tujuan Instruksional Umum, tujuan kurikuler, tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal.
Persepsi guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan pelajaran  akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan tersebut harus memiliki kualifikasi: a) pengembangan bakat secara, optimal, b) hubungan antarmanusia, c) efisiensi ekonomi, dan d) tanggung jawab warga selaku warga negara.
Pandangan hidup para guru maupun peserta didik akan turut mewarnai berkenaan dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan mempengaruhi juga kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian, serta  penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar.
Enviromental Input ( Lingkungan).
Lingkungan sangat mempengaruhi guru di dalam menentukan strategi belajar- mengajar. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, sekolah, letak sekolah, dan lain sebagainya), dan hubungan antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya seharusnya menurut isi materinya seharusnya menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena kondisi masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain, misalnya membuat kliping.
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang diiorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah sesuai dengan tujuan pendidikan. Pengawasan itu turut menentukan lingkungan dalam membantu kegiatan belajar. Lingkungan belajar yang baik adalah lingkungan yang menantang dan merangsang para peserta didik belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujua yang diharapkan. Salah satu faktor yang mendukung kondisi belajar  di dalam suatu kelas adalah job description proses belajar mengajar yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok peserta didik. Sehubungan dengan hal ini, job description guru dalam implementasi proses belajar- mengajar sebagai berikut.
  • · Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi belajar.
  • Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung kemungkinan terciptanya proses belajar mengajar. Menggerakkan anak didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan, dan mengarahkan motivasi belajar peserta didik.
  • Supervisi dan pengawasan, yakni usaha mengawasi, menunjang, manbantu, mengaskan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah didesain sebelumnya.
  • Penelitian yang lebih bersifat penafsiran penilaian yang mendukung pengertian  lebih luas dibanding dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan.
1.5 Strategi Pembelajaran efektif
Pengertian strategi pembelajaran efektif adalah prinsip memilih hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Setiap strategi memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Killen (1998): No teaching strategy is better than others in all circumstances, so you have to be able to use a variety of teaching strategies, and make rational decisions about when each of the teaching strategies is likely to most effective.
Apa yang dikemukakan Killen itu jelas bahwa guru harus mampu memilih strategi yang dianggap cocok dengan keadaan. Oleh sebab itu, guru perlu memahami prinsip-prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut.
Berorientasi pada Tujuan
Segala aktivitas guru dan peserta didik, mestinya diupayakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ini sangat penting, sebab mengajar adalah proses yang bertujuan. Oleh karena keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Aktivitas
Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas peserta didik.
Individualitas
Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu peserta didik. Walaupun kita mengajar pada sekelompok peserta didik, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku setiap peserta didik.
Integritas
Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi peserta didik. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi juga meliputi aspek afektif, dan psikomotorik.
Prinsip khusus dalam pengelolaan pembelajaran sebagai berikut.
Interaktif
Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan pengetahuan dari guru ke peserta didik; akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang peserta didiik untuk belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran adalah proses interaksi baik antara guru dan peserta didik, antara peserta didik dan peserta didik, maupun antara peserta didik dengan lingkungannya. Melalui proses interaksi, memungkinkan kemampuan peserta didik akan berkembang, baik mental maupun intelektualnya.
Inspiratif
Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan peserta didik untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran bukan harga mati, yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang peserta didik untuk mau mencoba dan mengujinya. Oleh karena itu, guru mesti membuka berbagai kemungkinan yang dapat dikerjakan peserta didik. Biarkan peserta didik berbuat dan berpikir sesuai dengan inspirasinya sendiri, sebab pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif yang bisa dimaknai oleh setiap peserta didik.
Menyenangkan
Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala mereka terbebas dari rasa takut dan mene­gangkan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (joyfull learning). Proses pembelajaran yang menyenangkan bisa dilakukan, pertama, dengan menata ruangan yang apik dan menarik, yaitu yang memenuhi unsur kesehatan, misalnya dengan pengaturan cahaya, ventilasi, dan se­bagainya; serta memenuhi unsur keindahan, misalnya cat tembok yang segar dan bersih, bebas dari debu, lukisan dan karya-karya peserta didik yang tertata, vas bunga, dan lain sebagainya. Kedua, melalui pengelolaan pembelajaran yang hidup dan bervariasi, yakni dengan menggunakan pola dan model pembelajaran, media, dan sumber belajar yang relevan serta gerakan-gerakan guru yang mampu mem­bangkitkan motivasi belajar peserta didik.
Menantang
Proses pembelajaran adalah proses yang menantang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik melalui kegiatan men­coba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi. Apa pun yang diberikan dan dilakukan guru harus dapat merangsang peserta didik untuk berpikir (learning how to learn) dan melakukan (learning how to do). Apabila guru akan memberikan informasi, hendaknya tidak mem­berikan informasi yang sudah jadi yang siap dikonsumsi peserta didik, akan tetapi informasi yang mampu membangkitkan peserta didik untuk mau “mengunyahnya”, untuk memikirkannya sebelum ia mengambil kesimpulan. Untuk itu,  dalam hal-hal tertentu, sebaiknya guru memberikan informasi yang “meragukan”, kemudian karena keraguan itulah peserta terangsang untuk membuktikannya.
Motivasi
Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajar­kan peserta didik. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin mereka memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan peserta didik untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Dorongan itu hanya mungkin muncul dalam diri peserta didik manakala mereka merasa membutuhkan (need). Peserta didik yang merasa butuh akan bergerak dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh sebab, itu dalam rangka membangkitkan motivasi, guru harus dapat menunjukkan pentingnya pengalaman dan materi belajar bagi kehidupan peserta didik, dengan demikian peserta didik akan belajar bukan hanya sekadar untuk memperoleh nilai atau pujian akan tetapi didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya.